
Dalam hidup, tidak ada satu pun dari kita yang terbebas dari kesulitan. Mungkin itu kehilangan, sakit, kegagalan, atau hati yang remuk karena harapan tidak terwujud. Saat itu tiba, seseorang ingin menyerah. “Kenapa harus aku?” kami bertanya. Namun, yang kita sebut sebagai musibah adalah cara Allah mendekatkan kita kepada-Nya. Sakit mungkin merupakan kesempatan untuk berhenti dan mengingat bahwa tubuh kita bukan milik kita. Karena jalan yang kita pilih terlalu jauh dari kebaikan, kegagalan mungkin merupakan jalan baru dari Allah. Mungkin kehilangan itu adalah cara Allah melepaskan kita dari sesuatu yang akan lebih menyakitkan jika kita terus melakukannya.
Musibah itu pahit, tapi penuh rahmat.
Allah tidak menimpakan sesuatu tanpa hikmah. Bahkan dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu…”
(QS. Al-Baqarah: 216)
Musibah kadang datang untuk meluruhkan kesombongan. Menundukkan hati yang keras. Menyadarkan kita bahwa selama ini terlalu bergantung pada dunia, bukan pada Allah.
Dan ketika kita bersabar, berserah, dan tetap percaya pada takdir-Nya — di situlah anugerah lahir perlahan. Hati menjadi lebih kuat. Jiwa menjadi lebih dewasa. Dan hubungan kita dengan Allah, jadi lebih dekat dari sebelumnya.
Jadi ingatlah…
Bukan setiap luka adalah azab. Bisa jadi itu jalan pulang.
Bukan semua air mata karena sedih. Bisa jadi itu awal turunnya rahmat.
Maka jangan terburu-buru menilai. Bisa jadi, yang kamu anggap musibah… adalah anugerah yang Allah bungkus dengan ujian.