
Damaskus, 16 Juli 2025 — Ketegangan di Timur Tengah kembali memuncak. Israel melancarkan serangan udara besar-besaran ke ibu kota Suriah, Damaskus, pada Rabu malam (16/7), menghantam sejumlah lokasi strategis, termasuk markas militer dan gedung Kementerian Pertahanan Suriah. Serangan ini disebut sebagai langkah tegas Israel untuk melindungi komunitas minoritas Druze yang mengalami kekerasan hebat di wilayah Suwayda, Suriah selatan.
Rekaman siaran langsung salah satu televisi lokal bahkan memperlihatkan detik-detik ledakan besar mengguncang studio saat reporter tengah membacakan berita. Api dan kepulan asap langsung membumbung tinggi dari kawasan pusat kota.
Menurut laporan Reuters, setidaknya tiga orang tewas dan lebih dari 30 lainnya luka-luka akibat serangan tersebut. Militer Israel menyatakan bahwa target serangan adalah infrastruktur militer yang digunakan oleh rezim Presiden Bashar al-Assad untuk menyerang komunitas Druze di Suwayda.
“Kami tidak akan tinggal diam ketika saudara-saudara kami di Druze dibantai. Serangan ini adalah peringatan keras bagi rezim Suriah,” ujar Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, dalam pernyataan resmi.
Israel menuding pemerintah Suriah gagal menghentikan aksi kekerasan antarkelompok di Suwayda. Bentrokan antara kelompok Druze dan milisi suku Badui sejak awal Juli telah menewaskan sedikitnya 250 orang, termasuk perempuan dan anak-anak. Meski perjanjian gencatan sempat diumumkan pada 15 Juli, pertempuran kembali pecah keesokan harinya.
Serangan udara Israel kali ini menjadi salah satu yang paling berani, mengingat wilayah yang diserang berada dekat dengan Istana Presiden dan fasilitas pertahanan utama Suriah. Pemerintah Suriah melalui Kementerian Luar Negeri mengecam keras tindakan ini, menyebutnya sebagai pelanggaran kedaulatan dan “agresi terang-terangan”.
Reaksi Internasional
Aksi militer Israel menuai reaksi luas dari berbagai negara.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan keprihatinan mendalam dan menyerukan semua pihak untuk menahan diri. Sekretaris Jenderal PBB António Guterres meminta penghentian kekerasan dan dimulainya dialog untuk mencegah eskalasi lebih lanjut.
Amerika Serikat menyebut tindakan Israel sebagai “berisiko”, sementara Uni Eropa memperingatkan bahwa konflik ini bisa meluas dan berdampak pada stabilitas regional.
Indonesia, melalui Kementerian Luar Negeri, mengeluarkan kecaman resmi. Dalam pernyataannya, Indonesia menyerukan dihentikannya kekerasan dan mendorong solusi damai melalui jalur diplomasi. “Serangan militer hanya akan memperburuk situasi kemanusiaan di Suriah,” ujar juru bicara Kemlu RI.
Krisis Druze Jadi Pemicu
Komunitas Druze di Suriah, yang memiliki hubungan historis dan kultural kuat dengan Israel, menjadi fokus utama dalam eskalasi ini. Pemerintah Israel menegaskan bahwa serangan udara ini bertujuan mencegah pembersihan etnis di Suwayda, wilayah yang dihuni mayoritas Druze.
Pengamat politik Timur Tengah menyebut langkah Israel ini bukan hanya intervensi kemanusiaan, tapi juga bentuk tekanan strategis terhadap rezim Assad. Pasalnya, Suriah selama ini juga menjadi titik konsolidasi pengaruh Iran dan kelompok Hizbullah yang berseberangan dengan kepentingan Israel.