BRTV

brtv-logo

Ngaji Ekologi: Penghayatan Dampak Lingkungan Pesisir

Selain ceramah yang menggugah para jamaah melalui pendekatan religi dan budaya.

Kyai Abdullah Wong juga menyampaikan sebuah pesan melalui sebuah buku saku yang dibagikan ke seluruh jamaah yang datang dengan judul “Sajadah Tak Berujung”.

Mengutip dari buku tersebut, pesan yang disampaikan adalah:

“Islam secara bahasa bermakna pasrah dan menyerah. Dalam risalah Islam, pasrah dan menyerah ini hanya diperbolehkan kepada Allah, bukan kepada apa dan siapapun. Kepasrahan manusia kepada Allah sebagai hamba dibuktikan dengan kepatuhan menyeluruh. Kepatuhan itu kemudian dijalani atau diselenggarakan dengan penuh semangat melalui sejumlah pengabdian dan kebaktikan.

Bicara kebaktian dan pengabdian, Islam menyeru bahwa tak ada kebaktian yang utama selain memberikan kemanfaatan seluas-luasnya kepada sesama manusia.

Langkah-langkah bagaimana manusia lain merasa aman dan nyaman tanpa pilih kasih adalah menjadi ekspresi ibadah yang utama. Dengan demikian, puncak keberislaman adalah memanusiakan manusia.

Tapi, untuk memanusiakan manusia lain tak cukup dengan sikap hormat, toleran, hingga menolong.

Langkah memanusiakan manusia mesti dimulai dari memberi jaminan rasa aman dan nyaman kepada manusia lain.

Sikap itulah yang kemudian disebut dampak dari manusia beriman; yakni memberi rasa aman dan nyaman kepada orang lain.

Itu kenapa dalam tradisi teologi Islam disebutkan bahwa menyingkirkan duri di jalan merupakan cabang iman yang tidak dapat diremehkan.

Bayangkan, betapa Islam begitu peduli untuk urusan duri atau paku yang tercecer di jalan. Bagaimana dengan kondisi lingkungan sekitar yang punya peluang melahirkan mudarat atau kerusakan kepada manusia lain secara masif? Tentu Islam sangat mengecam situasi demikian.

Perhatian Islam yang serius terhadap lingkungan karena Islam menjadikan seluruh tatanan semesta (kosmos) sebagai keluarga besar. Itulah ekologi.

Dalam sebuah keluarga tentu terdapat sosok ayah dan ibu juga anak-anak hingga cucu. Satu hal menarik, dalam hadits Nabi disebutkan bahwa bumi adalah ibu. Sementara dalam Al-Quran Allah menyiapkan manusia di dalam bumi untuk menjadi khalifah atau pengganti yang akan menyelenggarakan Asma-asma Allah.

Jagalah bumi, karena ia adalah ibumu. Sesungguhnya tiada seorang manusia pun yang di atasnya lepas dari rekaman ibu-bumi dan karena itulah ia akan melaporkan kepada Allah perilaku kebaikan atau kejahatan yang dilakukan siapapun di atas bumi.

Islam melihat ekologi tidak hanya soal tata kelola ekosistem semata. Lebih jauh lagi Islam melihat ekologi menyangkut keberlangsungan hidup dan kehidupan manusia di bumi sebagai ayat-ayat Allah yang mesti dijaga dan dirawat kelestariannya.

Ketika Allah menurutkan Al-Quran kepada Nabi Muhammad, Allah juga menurunkan ayat-ayat lain berupa alam semesta.

Untuk ayat-ayat Al-Quran yang berupa lafadz itu disebut ayat-ayat qauliyyah, maka ayat-ayat yang terkait semesta disebut sebagai ayat kauniyyah. Kedua bentuk ayat baik qauliyyah maupun kauniyyah setara untuk sama- sama disucikan dan dibaca.

Kita mungkin bertanya, bagaimana jika ada orang yang berani merobek ayat-ayat Al-Quran, atau mengambil keuntungan pribadi dengan menggunakan ayat-ayat Al-Quran? Tentu ia akan dihukumi murtad bahkan musyrik.

Tapi bagaimana dengan orang yang berani merobek ayat-ayat Allah yang lain yakni dengan merusak alam atau mengambil alam demi mengeruk keuntungan sendiri? Tentu saja perilaku merusak alam sama saja dengan perilaku merusak Al-Quran.

Kemudian kita maklum bahwa Al-Quran sebagai ayat-ayat Allah itu suci. Sehingga siapapun yang hendak menyentuh Al-Quran harus bersuci dengan wudhu atau tayamum, misalnya.

Pertanyaannya, apakah kita bisa berwudhu tanpa menggunakan air atau bertayammum tanpa menggunakan debu? Tentu tidak! Kenapa menggunakan air atau debu? Karena air dari alam itu suci selama tidak dikotori oleh manusia.

Dan hanya sesuatu yang suci sajalah yang dapat digunakan untuk bersuci. Seakan, saat kita kotor hendak membaca dan memelajari ayat-ayat Allah qauliyyah yang suci harus disucikan lebih dahulu dengan menggunakan ayat-ayat Allah lain yang juga suci, yakni ayat-ayat kauniyyah. Dengan demikian, alam semesta ini sakral.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *